Jakarta - Pada peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2 Mei lalu tersiar kabar bahwa Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) menandatangani nota kesepahaman dengan satu vendor piranti lunak proprietary. Spekulasi pun merebak, terutama di komunitas penggiat Free Open Source Software (FOSS).
Mereka berasumsi Kemendiknas kini beralih kemudi menyupiri proprietary. Onno W. Purbo, salah satu 'imam' gerakan FOSS Indonesia, menuliskan bela sungkawa di akun Twitter-nya 3 Mei lalu. "Turut berduka cita atas ditandatanganinya kerjasama M$ + MENDIKNAS :(((," kicau Onno, prihatin.
Seolah menghibur kekhawatiran pegiat FOSS itu, kabar gembira berhembus dari ujung barat Indonesia. Melalui tweet seorang rekan, penulis terhubung ke pranala berita "Kodim Pertama di Indonesia yang Menerapkan Open Source". Antusiasme sangat terlihat dari kalimat pembuka berita yang ditulis pewartanya, "Tidak mau kalah dengan Departemen Pertahanan Amerika, Kodim 0106 Aceh Tengah sejak pertengahan April 2011 lalu resmi bermigrasi menggunakan Open Source untuk mendukung proses administrasi di Makodim 0106".
Sebagaimana penulis, rekan-rekan di Makodim 0106 Aceh Tengah yang sukses migrasi ke FOSS tentu butuh tekad, komitmen dan kemauan kuat. Apalagi bila dari awal kenal komputer sudah dibiasakan memakai sistem operasi dan program aplikasi proprietary. Perlu tambahan keberanian untuk memantapkan pilihan Open Source. Tekad prinsip taat, kemauan patuh aturan dan komitmen memulai pilihan legal, itu kuncinya.
Mengenai tekad, kemauan dan komitmen migrasi ke legal FOSS ini, penulis sering mengibaratkan dengan proses Face-Off. Sebagaimana seseorang ketika menyadari mukanya picak, bopeng, penyakitan terserang virus, dan kelihatan bolong-bolong menakutkan, satu-satunya alternatif penyembuhan yang mungkin ia pilih adalah operasi ubah wajah. Face-Off transplantasi total sistem saraf, rekonstruksi kulit dan otot akan membuat wajahnya kembali biasa senormal manusia lainnya.
Demikianlah wajah buruk rupa pembajakan piranti lunak pengguna komputer Indonesia. Alih-alih ingin nyaman, praktis serta bergaya seperti pemilik komputer umumnya, pengguna piranti illegal proprietary ini malah menampilkan 'wajah bajak laut' yang picak, kulit bolong-bolong menakutkan, penuh virus dan penyakitan.
Satu-satunya tindakan cepat darurat yang bisa menyelamatkan adalah operasi face off. Transplantasi total sistem operasi, rekonstruksi ganti 'wajah' FOSS yang lebih manusiawi setelah kemarin lama terlihat mengerikan dengan 'wajah bajak proprietary'.
Galibnya operasi face off akan sulit, sakit, dan berbiaya mahal. Tapi untungnya operasi ganti wajah FOSS ini justru mudah, tidak sakit dan berbiaya murah. Karena pakar FOSS 'spesialis bedah face off' dari seluruh dunia tergugah mempermudah.
Mereka sukarela melayani pemula FOSS, sehingga kesulitan bisa diatasi. Juga relawan lokal yang handal turut membantu. Para pekerja sosial TI ini bekerja sukarela sehingga biaya face off 'ganti wajah' bisa dipermurah.
Terkait face off itu, ada pekerjaan besar dan gegas menanti para pegiat FOSS Indonesia. Pertama, beradu waktu menyukseskan target IGOS yang tahun ini mau lewat tenggat. Kedua, advokasi sekaligus edukasi institusi pendidikan hingga level desa agar mereka lebih memilih FOSS yang murah, mudah, dan sah. Ketiga, perluasan jejaring, pengembangan strategi dan kemudahan penyediaan akses informasi (help desk) FOSS.
OS Anda FOSS On Juga kan?
Pekerjaan besar karena cakupan wilayah dan jumlah institusi pendidikan di Indonesia begitu melimpah. Gegas karena harus adu cepat dan pintar sebelum mereka terpapar strategi jeli vendor piranti lunak proprietary, terutama setelah MoU kemarin itu.
Kemauan, kesadaran, dan kemauan. Itulah yang harus dipaksa-tumbuhkan di masyarakat pengguna komputer Indonesia. Karena betapapun perangkat hukum sudah diundangkan, ketersediaan pilihan FOSS yang sesuai psikologi 'belanja murah' orang Indonesia, tetap saja pembajakan piranti lunak proprietary merajalela. Maka sekali lagi, kemauan untuk berubah, kesadaran mau di-face off, kemauan memilih 'be legal' atau 'ganti wajah' inilah yang harus terus didorong diperkuat.
Selanjutnya pertanyaan yang harus dijawab aksi penggiat FOSS saat ini adalah, "Berapa anggota keluarga/saudara Anda yang sudah di Face-Off? Berapa daerah yang Anda telah jamah? Sekolah mana saja yang sudah Anda FOSS-kan? Strategi marketing apa saja yang Anda terapkan untuk dakwah FOSS? Siapa saja tokoh masyarakat dan pemuka agama mendukung FOSS? Komunitas jejaring mana saja yang Anda libatkan untuk penguatan? Bagaimana Anda mempermudah penjelasan FOSS ke masyarakat awam?"
Jadikan kabar keberanian institusi TNI yang bermigrasi ke Open Source itu penebal optimisme: masih ada relawan TNI yang akan mengawal IGOS hingga suksesnya. Mari berasumsi kisah sukses Makodim 0106 Aceh Tengah ini akan diikuti Kodim, Koramil dan seluruh anggota TNI lainnya dari Sabang sampai Merauke. Semoga, sukses TNI melumpuhkan pembajak Somalia mengilhami pelumpuhan pembajak di negeri sendiri.
Tetap jaga harap, sebagaimana kicau semangat Onno W. Purbo di tweet hari Ahad (8/5/2011) mengomentari berita bermutu dari Aceh itu. Penulis pun berharap para pegiat FOSS bergerak telaten dari keluarga, komunitas tedekat, adik-adik pelajar, guru-guru di sekolah, tokoh masyarakat, bapak-bapak pejabat, dan rekan-rekan media.
Didik dan ajaklah mereka agar mau mendukung operasi "Face-Off, FOSS ON". Matikan penggunaan piranti bajakan, hidupkan FOSS yang lebih bercorak ke-Indonesiaan! Sekaligus bertepatan gelaran KTT ASEAN, kita perkuat jejaring komunitas agar Indonesia kian dipercaya menjadi pelopor pengguna dan pengembang FOSS di Asia Tenggara.
Langkah segera dan sederhana bisa dimulai sekarang juga. Bagi Facebooker, Tweeps dan YouTuber, unggah berita FOSS sebanyak-banyaknya. Penuhi jejaring sosial media dengan kabar sukses implementasi FOSS di Indonesia. Blogger bisa membagi praktik terbaik oprek FOSS di halamannya. Komunitas NGO bisa bergabung mendukung gerakan sosial Open Source serupa "Make it FOSSible" yang dihela Yayasan Air Putih Jakarta.
Semangatlah pegiat FOSS semuanya dimanapun Anda berada. Maju terus IGOS! Face Off, FOSS On!. Harapan penulis nantinya, jika tidak bisa semua, maka cukuplah sepertiga pengguna komputer di Indonesia akan migrasi ke FOSS secara sukarela. Menarik kita tunggu antar pengguna FOSS itu saling salam sapa sembari menirukan gubahan iklan, "OS Anda FOSS On juga kan?”
*) Penulis, Gus Adhim merupakan seorang santri peminat fotografi, penggiat FOSS dan teknologi informasi. Saat ini, penulis tinggal dan bekerja di Pondok Pesantren Sumber Pendidikan Mental Agama Allah (SPMAA) Lamongan.
( ash / ash )
0 komentar:
Post a Comment