Thursday, November 17, 2011

Jiplak Tampilan Situs Lain, Bolehkah?

Jiplak Tampilan Situs Lain, Bolehkah?

Jakarta - Seorang blogger Indonesia tengah dibuat pusing lantaran kreasi themes blog besutannya dipermasalahkan Facebook. Memang ia tidak mengambil untung dari kreasinya yang mirip tampilan Facebook itu. Namun apakah hal ini diperbolehkan di mata hukum?

Kisah berurusannya Ainun Nazieb -- nama blogger tersebut -- dengan Facebook ini bermula ketika ia coba berkreasi membuat themes untuk blog yang tampilannya mirip dengan Facebook. Tema yang ia pilih adalah 'Smells Like Facebook'.

"Awal membuat themes ini untuk pribadi, lalu dirilis untuk umum. Tapi bukan untuk dijual, jadi banyak yang download," ujarnya.

Hanya saja, kreativitas Nazieb berbenturan dengan Undang-undang Hak Cipta. Hingga pada akhirnya, dirinya dihubungi oleh pihak yang mengaku sebagai kuasa hukum Facebook untuk mengklarifikasi masalah ini.

Menurut praktisi hukum Donny A. Sheyoputra, perwajahan atau layout adalah salah satu kreasi intelektual yang dilindungi menurut Undang-undang Hak Cipta. Artinya, perbanyakan atau pengumuman atas ciptaan berupa perwajahan atau layout ini hanya bisa dilakukan atas ijin pencipta atau pemegang hak cipta.

"Seorang pemegang hak cipta berhak melarang pihak lain agar tidak melakukan pelanggaran atas hak cipta yang dimilikinya, baik hak ekonomi maupun hak moral karena sifat hak cipta adalah eksklusif," ujarnya kepada detikINET, Kamis (17/11/2011).

"Jadi dalam hal ini, terlepas dari ada atau tidaknya maksud/kepentingan ekonomi si pelakunya, hal ini akan kembali pada si pemegang hak cipta. Jika ia mengizinkan, maka silakan saja. Namun jika tidak, ya harus dihormati. Nah, jadi dalam hal ini kata kuncinya adalah izin dari pemegang hak cipta," tukas penggagas Donny Sheyoputra Law Office, kantor hukum yang juga menerima pendaftaran HKI tersebut.

Pun demikian, mantan Kepala Perwakilan Business Software Alliance (BSA) Indonesia itu tak ingin langsung menilai, apakah dalam hal ini yang dipermasalahkan dalam kasus blogger vs Facebook itu adalah perwajahan atau layout tadi. Sebab cuma sebagai pihak luar, sedangkan yang tahu masalah tersebut hanya para pihak terkait.

"Bisa saja aspek HKI (Hak atas Kekayaan Intelektual-red.) yang dipermasalahkan, juga trademark-nya atau merek? Jadi kita tidak boleh memperkeruh suasana dengan menerka-nerka," lanjut Donny.

Pidana, Perdata, Damai

Terkait dengan konflik yang timbul karena kasus hak cipta sendiri, penyelesaiannya pun dijelaskan Donny bisa bermacam-macam. Bisa secara pidana, perdata, atau dengan melibatkan alternatif penyelesaian sengketa yaitu mediasi, negosiasi, atau arbitrase.

"Itu tadi adalah hal kedua tentang penyelesaian sengketa. Nah, hal ketiga adalah bahwa ciptaan dilindungi tanpa harus lebih dulu didaftarkan ke Ditjen HKI," imbuhnya.

Perlindungannya bisa otomatis karena menganut sistem deklaratif. Artinya otomatis diberikan saat ciptaan itu lahir dalam wujud yang kongkret, bukan sekadar abstrak dan sebatas ide.

"Jadi misalnya layout Facebook, maka tanpa harus didaftarkan pun ada perlindungannya," kata Donny.

"Tapi dari semua itu, yang harus diingat adalah penyelesaian sengketa bisa dengan cara damai. Mungkin mereka (pihak yang dituntut-red.) tidak berniat jahat, hanya karena keterbatasan pengetahuan," ia menandaskan.

Edukasi vs Mengejar Klien

Konsultan HKI pun diimbau untuk dapat mengemban tanggung jawab sosialnya dengan ikut mengedukasi masyarakat. Jangan sekadar mengejar klien dan keuntungan dengan menerima kasus-kasus semata. Namun sama-sama meningkatkan kecerdasan masyarakat.

Jadi risiko terjadinya kasus seperti ini dapat dihindari. Karena secara nyata masyarakat tidak akan siap jika harus berperkara dengan raksasa seperti Facebook.

"Tiap tahun banyak muncul konsultan HKI baru yang dilantik. Tentu saja mereka ingin sukses dalam mengelola dan membuka kantor jasa masing-masing. Tapi ya itu, misi sosialnya jangan dilupakan," pungkas Donny.




( ash / rns )

Sumber detik com

Artikel yang Berkaitan

0 komentar:

Post a Comment