7 Tanda Kegagapan Social Media
Jakarta - Sampai sekarang masih banyak pengguna internet yang belum mengenal secara baik social media. Sebagian onliner yang masuk social media pun ada yang tak mampu beradaptasi dengan cepat. Mereka mengalami kegagapan di media baru ini, khususnya di Twitter.
Mereka biasanya mengusung kebiasaan offline ke medium yang hanya menyediakan 140 karakter ini. Padahal setiap medium mempunyai karakternya sendiri. Ada banyak kebiasaan offline yang kurang pas ketika diterapkan di online. Mau tidak mau pengguna dalam berkomunikasi harus bisa menyesuaikan diri.
Dari pengamatan keseharian, beberapa tanda kegagapan social media itu di antaranya:
1. Menuntut Semua Orang Berperilaku Bijaksana
Beberapa waktu lalu pernah ada tweeple yang memberi petuah, kalau ngetwit itu mbok isinya yang positif. Syukur kalau bisa yang memberi pencerahan tentang persoalan kehidupan. tidak salah dia, namun saya juga merasakan kesedihan yang mendalam.
Saat ini, ketika semua orang bisa dengan bebas menyuarakan apapun masih saja ada yang berusaha mengarahkan atau mengatur-ngatur bagaimana sebaiknya ngetwit yang benar. Ketika setiap orang telah menjadi media, ia bebas melakukan apapun yang ia mau. Ia bebas memperlakukan twitter dengan bijak atau sembrono yang penting memahami konsekuensi yang bakal diterima.
2. Sebentar-sebentar Mengatakan Unfollow Saja
Karena kebebasan menyuarakan misinya di twitter, konsekuensinya adalah ada orang yang merasa terganggu. menghadapi hal itu, sering terdengar tweeple yang selalu konsisten mengakatan, "tidak suka unfollow saja". Padahal sebenarnya ungkapan ini adalah bentuk penegasan bahwa ia tidak memahami media yang ia pakai, karena masalahnya tidak sesederhana itu.
Meskipun kita telah mengunfollow orang yang kita anggap mengganggu, mau tidak mau kita akan memperoleh retweetan yang lebih dari sekali. Terutama dari para selebtwit yang followernya hampir sejuta.
Adanya kasus seperti itu, seorang teman yang sengaja tidak memfollow orang-orang terkenal. Bukan karena tidak suka atau alasan negatif lain, namun dikarenakan tidak memfollow pun sudah memperoleh retweetan.
3. Menghapus postingan
Beberapa onliner mungkin pernah keceplosan atau salah memposting. Karena pertimbangan imagenya akan buruk atau takut dibully massal atau alasan lain terpaksa menghapus. Saya dulu pernah mengalami beberapa kali. Hal itu terjadi karena saya belum (tidak) terbiasa berpikir dulu sebelum memposting. Jadi sangat tepat sekali slogan @internetsehat yang mengatakan, think before posting.
4. Suka bersembunyi di balik kebebasan berpendapat
Contoh orang-orang kelompok ini biasanya menolak dikritik. Mereka merasa sakit hati apabila pendapatnya tidak diterima atau tidak didukung apalagi oleh teman sendiri. Alasan mereka, di twitter semua orang bebas berpendapat menyuarakan idenya. Tidak salah, hanya dia tidak menyadari bahwa kritik atau caci maki adalah salah satu bentuk kebebasan berpendapat juga.
5. Merasa tidak nyaman berada di dalam media ini
Mungkin ini kelompok yang cukup besar. Dari beberapa akun yang kurang aktif ketika saya tanya, jawabnya mereka merasa tidak nyaman berkomunikasi via medium ini. Ada yang merasa twitter itu ribet, tidak seperti blog atau facebook. ada sebagian lagi yang mengatakan tidak tahu apa yang harus dilakukan ketika login di twitter.
Ada juga yang menganggap twitter itu hanyalah sekedar mainan belaka dan tidak penting. Mereka tidak tahu apa itu buzzer. Ketika dikasih tahu tentang twit berbayar, mereka akan terlongo-longo. Kemudian kepo.
6. Mempertahankan status quo (tidak egaliter)
#kultwit. Hashtag yang sangat populer dan disukai banyak orang ini adalah salah satu contoh kegagapan agak parah. Bayangkan ketika semua semua sudah terhubung, komunikasi menjadi horisontal. Semua orang bisa menjadi subjek sekaligus objek berita, masih ada yang berbicara searah, memberikan kultwit sampai beratus-ratus nomor.
Celakanya, #kultwit ini banyak yang menyukai. Padahal twitter adalah space di mana semua orang bisa berteriak dengan pengeras suaranya sendiri-sendiri.
Contoh lain adalah ketika membaca timeline saya memperoleh ucapan terimakasih. Saya dianggap sangat rendah hati karena dengan jumlah follower yang lebih banyak dari dia, saya mau memfollow balik. Ada semacam "anggapan", tweeple yang jumlah followernya banyak tidak mau memfollow balik user followernya lebih sedikit.
7. Menutup akun
Ini adalah tahap puncak yang bisa dilakukan ketika kegagapan-kegagapan sudah terakumulasi.
Tentang Penulis: Karmin Winarta adalah seorang blogger. Ia bisa dihubungi di fanabis.blogdetik.com atau melalui akun @fanabis di Twitter |
( wsh / wsh )
Sumber detik com
0 komentar:
Post a Comment