Gadget Membunuh Bosan, Kreativitas Ikut Mati?
Jakarta - Agaknya, bagi banyak orang saat ini, gelar kotak ajaib tidak layak lagi diberikan pada televisi. Kotak ajaib saat ini memiliki bentuk yang kecil, mudah digenggam, dan mampu memberikan rangsangan yang lebih beragam.
Kotak ajaib saat ini adalah smartphone, sebuah perangkat genggam yang memiliki kemampuan telekomunikasi (telepon, SMS). Kata smart di depannya mengacu pada konektivitas ke internet dan kemampuan 'otak' yang kuat.
Smartphone mampu memberikan rangsangan yang lebih banyak daripada sekadar menonton televisi. Lewat benda ajaib ini, penggunanya bisa dalam sekejap mencurahkan isi hatinya pada dunia.
Dengan sentuhan-sentuhan cepat, baik pada tombol atau pada layar, ia bisa segera menyampaikan pikirannya ke dunia melalui Twitter. Tak peduli apakah sebenarnya dunia mau mendengarkan atau tidak.
Umpan balik pun diharapkan bisa segera tercapai. Lewat kejadian seperti retweet dan mention, pengguna bisa langsung merasakan sensasi diperhatikan orang lain.
Smartphone juga menyediakan banyak aplikasi. Ribuan aplikasi tersedia bagi platform smartphone favorit seperti iOS, Android atau BlackBerry.
Lewat aplikasi yang banyak macamnya, pengguna smartphone pun seakan tak punya waktu lagi untuk bengong-bengong. Sedang menunggu busway di halte? Daripada bosan, keluarkan smartphone. Macet? Cek Twitter dulu deh.
Bahkan saat di jamban pun smartphone wajib dibawa. Sehingga (jangan-jangan) ketersediaan sinyal di toilet lebih penting dari ketersediaan tisu.
Smartphone pun sukses jadi alat pembunuh bosan yang efektif. Untuk segala situasi, kapan pun di mana pun.
Bunuh Bosan?
Dalam sebuah kolom di Wall Street Journal, penulis humor dan kartunis Scott Adams, mempertanyakan apakah benar kebosanan itu layak dibunuh. Kreator Dilbert itu berargumen, rasa bosan justru terbukti melahirkan inovasi dan kreativitas.
Mengutip penelitian pakar psikologi, Adams mengatakan bahwa otak butuh rasa bosan untuk memproses pikiran dan membangun kreativitas. Jeda sejenak yang timbul dari rasa bosan itu diyakini memberi waktu bagi otak untuk menyusun sebuah solusi.
Kuncinya ada di kata 'sejenak'. Rasa bosan yang sejenak itu muncul karena otak menyimpulkan bahwa tak ada hal yang baru atau berguna yang bisa dipelajari dari lingkungan, orang, kegiatan atau paragraf tertentu.
Nah, dari rasa bosan yang sejenak itu, konon otak bisa terangsang untuk menghasilkan hal-hal kreatif. Ide-ide bisa lahir dari lamunan saat bosan, atau coretan yang digoreskan di sela-sela rapat yang menjemukan.
Rangsangan dari dalam ini tentu akan berbeda dengan rangsangan dari luar seperti yang dialami saat mengisi kebosanan dengan mengakses smartphone.
Mungkin, ada baiknya untuk tidak terus-menerus menjejali otak dengan berbagai rangsangan eksternal untuk membunuh rasa bosan. Biarkan sesekali jeda sejenak muncul tanpa harus dibunuh, siapa tahu dari sana lahir ide brilian.
( wsh / wsh )
Sumber detik com
0 komentar:
Post a Comment