Jakarta - Milad kelahiran Linux mulai ramai diperingati bulan April ini. Berbagai syukuran digelar, antara lain peluncuran CGL (carrier grade Linux) 5.0, pemasangan gambar “I'll celebrating 20 years of Linux with the Linux Foundation!” di blog para pemeluk Linux, dan akan dipungkasi gelaran selebrasi LinuxCon di Vancouver, Agustus nanti.
Dalam usianya yang menapak kurun 20 tahun, wajah Linux kini nampak menggelegak jiwa muda yang penuh merdeka. Torvalds sebagai sang bidan, tentu bergembira melihat Tux, “anak baptisnya”, kini sudah menjadi sosialita sekaligus ikon dunia: Penguin pahlawan pembebasan melawan tirani proprietary dan monopoli sistem operasi.
Sebagaimana dunia yang dibundel dalam dua sisi berbeda, maka Linux seolah ditakdirkan menjadi alternatif serasi dari piranti lunak berkode proprietary. Seperti sunnah keseimbangan Yin Yang: ada ketertutupan jendela, sudah pasti harus ada pintu yang terbuka. Saat vendor besar menjual mahal software berlisensi resmi, GNU/Linux menawarkan kemudahan berbagi pakai lisensi. Proprietary for capital branding, Linux for human being. Sampai di sini, Linux nampak lebih manusiawi karena tidak semata menjejalkan konsep untung rugi dalam berdagang jual beli materi.
Transformasi bibit Linux kemudian memekarkan semangat FOSS (freeware open source software) ke seluruh penjuru dunia, termasuk disambut meriah di Indonesia. Ini dimungkinkan karena filosofi yang diusung FOSS Linux lekat secorak dengan nilai adiluhung keIndonesiaan: gotong royong, kesukarelawanan, kemerdekaan, kesetiakawanan, keadilan, dan keswadayaan. Atas alasan ini pula, penulis hijrah jadi muallaf Linux sejak pertengahan 2008, selain tanggungjawab moral mengendalikan hama pembajakan.
Perayaan 20 tahun Linux seyogyanya dapat menggugah Indonesia, khususnya masyarakat pemerhati dan pengguna TI. Satu sisi pesatnya perkembangan teknologi di negeri ini patut disyukuri, misalnya dengan melihat pertumbuhan penjualan perangkat keras. IDC merilis, tahun fiskal 2010, pengiriman komputer PC ke Indonesia mencapai 62 %. Data Apkomindo menyebut penjualan notebook dan netbook tahun 2010 diperkirakan porsinya meningkat menjadi 70% dan akhirnya menjadi 80% pada 2011 dan 2012.
Di sisi lain, fenomena penggunaan perangkat lunak bajakan terus memprihatinkan. Silakan googling prosentasi pembajakan software di Indonesia. Ya, angkanya masih berkutat di kisaran 86 %, sebagaimana rilisan data IDC dan BSA. Tentu ini catatan wanprestasi yang wajib diakhiri. Alasan harga mahal saat membeli lisensi legal dan memilih praktis menggunakan lisensi bajakan adalah ciri patologi pariah..
Bila mau jujur, dua alasan umum pengguna bajakan itu sudah terjawab dengan hadirnya FOSS Linux. Kemudahan fitur, tampilan GUI, dan kehandalan isi kini nyaris menyamai software komersil berbayar. Paket sistem operasi dan aplikasi yang disertakan dalam satu bundel instalasi, kian memudahkan penggunaan, selain hemat di kantong tentunya. Para pengembang FOSS Linux Indonesia pun terus bergerak menyempurnakan berbagai celah kelemahan (bug) yang dikeluhkan. Setidaknya tiada lagi alasan membajak piranti lunak, terutama untuk keperluan rutin perkantoran.
Bicara pengakuan kehandalan, Linux sudah merambah luas ke ekosistem teknologi perkomputeran. Komputasi awan, server, sindikasi media, termasuk internet, kini kian riuh berLinux ria. Mesin pencari Google, siapa tidak kenal dia? Juga fenomena Android yang kini melejit?
Mereka ternyata pemilih platform Linux sebagai jerohan penggeraknya. Dari sini, keengganan untuk mencicipi Linux dengan alasan “gak setenar bajakan” atau “gak ada teman” sangat tidak relevan.
Pemerintah pun sudah berusaha lewat kampanye IGOS, meski kini gaungnya sepi setelah ganti menteri. Setidaknya masyarakat punya pijakan kuat untuk memulai usaha serius ke arah ini. Fatwa MUI juga sudah berbunyi, “haram menggunakan piranti lunak bajakan”. Jika itu dianggap belum cukup berkekuatan inkracht, cukuplah jejaring komunitas jadi penggairah.
Seperti pesan Pak Kusmayanto Kadiman, bahwa poros pemasyarakatan FOSS Linux bisa diaktifkan lewat rangkaian kerjasama ABG+C (akademisi, bisnis, goverment+community). Nah, kekuatan jejaring community bisa jadi pelopor kalau misalnya ketiga unsur ABG memble. Community diwakili pengembang lokal yang sangat kuat komitmen kerelawanannya dan semangat keIndonesiaannya. Jadi kurang endorser apa lagi?
Lebih jauh, ada relevansi nilai yang mirip bila menyandingkan filosofi Linux dan semangat kemerdekaan Indonesia. Indonesia memerdekakan diri dari penjajahan VOC Belanda, sementara Linux coba menawarkan pembebasan lisensi dari jeratan vendor proprietary. Kang Onno pernah memperingatkan, selama ini jutaan dollar lari ke luar negeri karena pembelian sistem operasi berlisensi proprietary. Selebihnya, pembelian software bajakan, selain merugikan negara, juga entah menguap kemana peruntukan uangnya.
Maka saatnya ucapkan selamat milad ke-20 Linux.. Lewat peringatan 20 tahun kelahiran Linux inilah, saatnya berpindah ke pilihan piranti lunak yang murah, mudah, dan sah. “Hayya 'Alal Linux”. Marilah berhijrah ke Linux. Merdekakan diri dari jerat prorietary. Uang 20 ribuan yang yang biasanya digunakan untuk beli piranti lunak bajakan itu sebaiknya disumbangkan untuk pengembangan FOSS Linux lokal. Tentu ini akan jadi fenomena keswadayaan yang membersyukurkan.
Terkait latihan praktik kejujuran, mulailah dari lingkungan terdekat. Misalnya di pekerjaan komputasi, selalu gunakan komputer yang bersistem operasi legal. Bila lisensi software proprietary terasa mahal, gunakanlah FOSS Linux yang harganya ramah sosial dan terbukti handal. Anda bisa pilih FOSS Linux edisi corporate enterprise atau gratisan yang bebas tersedia di berbagai mirror unduhan. Pilihan ini akan lebih aman dan menenteramkan daripada kucing-kucingan dengan aparat keamanan karena jual beli lisensi bajakan.
Memilih FOSS Linux juga mencerminkan kesadaran berdikari dan proses berswadaya TI, selain mendukung-hargai karya pengembang lokal yang potensial. Jangan lupakan juga tanggungjawab sosial memberangus kriminalitas pencurian kekayaan intelektual. Sebagaimana publik mencerca pembajak Somalia yang menyandera warga Indonesia, maka saatnya kini menghentikan pembajakan di negeri sendiri: Gunakan FOSS Linux dan sudahi penggunaan lisensi illegal proprietary.
Bersama penulis, mari bersalaman dengan Tux dan ikuti ayun langkahnya yang gemulai yang meliuk-liuk. Selamat milad atas ijtihat Torvalds. Selamat bersemangat Linuxer semuanya. Sambil syukuran, terus kumandangkan ajakan “Hayya 'alal Linux” kepada pengguna komputer di Indonesia.
Tentang Penulis: Gus Adhim merupakan seorang santri peminat fotografi, pegiat F/OSS dan teknologi informasi. Saat ini, penulis tinggal dan bekerja di Pondok Pesantren Sumber Pendidikan Mental Agama Allah (SPMAA) Lamongan.
( wsh / wsh )
0 komentar:
Post a Comment