Jakarta - Makin dominannya tablet sebagai sebuah kategori baru perangkat komputer tak bisa diabaikan. Hampir semua produsen komputer utama telah menawarkan, atau sudah merencanakan, produk tablet masing-masing.
Setiap vendor punya cukup banyak pilihan dalam mendekati pasar tablet yang sedang tumbuh ini. Tapi jalur yang paling 'mainstream' adalah menggunakan sistem dengan arsitektur ARM dan sistem operasi (OS) Android.
ARM jadi pilihan banyak pihak karena dianggap sudah terbukti. Apple melakukannya untuk iPad, demikian juga Samsung pada Galaxy Tab-nya.
Sedangkan Android jadi pilihan karena tersedia dari Google dengan lisensi Apache yang bersifat Open Source.
Asus Eee Pad Transformer
Asus pun dengan bijak memilih kombinasi tersebut untuk Eee Pad Transformer. Hal yang lebih menyenangkan adalah, Android yang digunakan sudah versi 3.0 atau yang lebih dikenal sebagai Honeycomb.
Pilihan memakai Honeycomb ini tepat karena OS yang satu ini memang dirancang untuk perangkat tablet. Tidak seperti versi Froyo dan sebelumnya yang dirancang untuk smartphone.
Hal pertama yang detikINET lakukan adalah menjajal keunikan Honeycomb. Kesimpulannya, semua tablet yang mau menggunakan Android seharusnya 'wajib' memakai Honeycomb.
Desain
Sesuai namanya, Transformer memiliki kemampuan khusus bisa berubah bentuk. Perubahannya adalah dari sebuah tablet menjadi sebuah notebook.
Hal itu bisa dilakukan melalui dock yang tersedia secara terpisah. Meski dijual terpisah, dock tersebut memiliki desain yang senada dengan tabletnya, sehingga saat digabungkan akan nampak seperti satu produk utuh.
Punggung tablet Eee Pad memiliki tekstur dengan pola geometris yang cukup halus dan bisa membantu pegangan tangan. Selain tekstur itu, hanya terdapat logo Asus dari bahan metalik dan lingkaran tempat kamera.
Bagian muka dari Eee Pad memiliki bidang plastik dengan frame hitam lebar seperti umumnya tablet. Bedanya, bidang itu masih dibingkai lagi oleh bahan metalik dengan perforasi yang agaknya berfungsi sebagai lubang speaker.
Bagian muka dock Eee Pad menggunakan bahan metalik yang sama dengan di tabletnya. Konsistensi bahan ini yang membuat Transformer nampak seperti notebook utuh saat digabungkan.
Layar yang digunakan berukuran 10.1 inchi. Layar ini memanfaatkan teknologi In-Plane-Switching sehingga sudut pandangnya mencapai 178 derajat.
Tablet ke Notebook ke Tablet
Saat digunakan sebagai tablet saja, Eee Pad Transformer memberikan pengalaman yang cukup memuaskan. Respons layar sentuhnya terasa gesit.
Saat diubah menjadi notebook alias dipasangkan ke dock-nya, perangkat ini pun bisa dipakai dengan normal. Begitu tersambung ke dock, akan muncul icon pemberitahuan di System Bar Honeycomb.
Sebuah pointer pun akan muncul di layar yang bisa dikendalikan dengan touchpad pada dock atau melalui mouse yang terhubung ke port USB. Port USB itu juga bisa dihubungkan ke penyimpanan eksternal seperti USB flashdisk.
Saat dihubungkan ke dock, tablet harus diselipkan pada area sudah tersedia. Konektor 40-pin dan kedua penguncinya harus tersambung hingga pas -- terdengar bunyi klik dan tuas kunci di dock bergeser ke tengah.
Pertama kali memasang tablet ke dock-nya, detikINET mengalami beberapa kesulitan karena celahnya cukup dalam. Rupanya hal ini semata-mata karena belum terbiasa.
Selama menjadi 'notebook' layar sentuh Eee Pad masih akan berfungsi. Beberapa hal pun terasa lebih enak diakses lewat layar sentuh, seperti scrolling atau berpindah antar layar Home Screen.
Sedangkan di keyboard juga tersedia beberapa shortcut yang khas Android. Mulai dari untuk WiFi, mengunci/membuka layar, Back maupun untuk akses cepat ke Settings.
Perangkat ini menyediakan koneksi HDMI untuk memutar film pada televisi High Definition. Namun untuk memutar jenis file film tertentu harus dipastikan keberadaan Codec atau aplikasi yang sesuai.
Kesimpulan
Secara umum, Eee Pad Transformer terasa sangat menggoda. OS Honeycomb yang digunakan bisa mendukung berbagai aktivitas standar produktivitas dan hiburan.
Keberadaan dock yang membuatnya bisa digunakan sebagai notebook mungil juga menjadi daya tarik ekstra. Apalagi dock itu mencakup baterai sendiri, sehingga bisa menjadi 'penyambung nyawa' saat jauh dari sumber listrik.
Kelebihan:
- Menggunakan OS Android Honeycomb
- Dock keyboard memiliki baterai
- Desain menarik
Kekurangan:
- Belum banyak tersedia aplikasi spesifik untuk Honeycomb di Android Market
- Kadang masih perlu menyentuh layar meskipun tersambung ke dock bagai notebook
Spesifikasi:
- Layar: 10.1" LED Backlight WXGA (1280x800); multi-touch 10 titik sentuhan; anti gores
- Prosesor: Nvidia Tegra 2
- Memory: 1GB
- Penyimpanan: 16GB atau 32 GB
- Koneksi: WiFi 802.11 b/g/n, Bluetooth
- Kamera: 5 MP (belakang) dan 1.2 MP (depan)
- Port: 2 in 1 Audio (mic dan headphone), mini HDMI 1.3a, microSD
- Dock: keyboard full QWERTY chichlet, touchpad single button, 2 x USB, multi memory card reader (SD Card, SDHC, MMC).
- Berat: 680 gram
- Dimensi: 271 x 171 x 12.98 mm (tablet saja)
( wsh / wsh )
0 komentar:
Post a Comment