Sunday, October 16, 2011

Kejanggalan Regulator dalam Menangani Pencuri Pulsa

Kejanggalan Regulator dalam Menangani 'Pencuri Pulsa'

Jakarta - Setelah maraknya pemberitaan mengenai SMS sedot pulsa baik di media portal, cetak, radio dan televisi pada intinya ada 3 perkembangan yang menarik disimak:

1. 5 Poin kesepakatan yang dibuat Kemkominfo menunjukkan bahwa selama ini Kemkominfo cq BRTI tidak ada control terhadap Operator Selular yang tegas terhadap Operator Selular.

2. Timbul gerakan masyarakat yang mematikan ponsel selama jam 10 - 12 sabtu ini, yang justru tidak efektif dan penggagasnya mungkin tidak mengerti cara kerja SMS.

3. Pak Nonot Harsono, commissioner BRTI, kemarin malam menyatakan solusi yang cukup menarik, disaksikan saya dan Pengacara Publik (pak David Tobing) saat kami live talkshow di salah satu TV di mana BRTI akan mereset layanan SMS premium pada semua operator selular dengan demikian masyarakat tidak lagi mendapat gangguan SMS premium, baru setelah disosialisasikan cara menghindarinya maka layanan ini kembali diaktifkan.

Detilnya adalah sebagai berikut:


Soal 5 Poin Kesepakatan BRTI

1. BRTI akan menyampaikan data yang diduga telah merugikan konsumen berdasarkan masukan publik terkait penyedotan pulsa melalui SMS penipuan dan Layanan Pesan Premium kepada Polri (Bareskrim dan Polda) untuk ditindak secara hukum.

Komentar Abah:

Solusi ini sepertinya merupakan rephrase dari langkah yang telah dilakukan, karena sebelumnya BRTI menyatakan ada 60 CP yang diduga bermasalah tetapi saat didesak untuk menyebut siapa saja CP tersebut ke public ternyata BRTI tidak berani sampai tuduhan tersebut ada kekuatan hukum. Lalu kini BRTI menyatakan akan langsung menyampaikan ke Polri saja sudah tentu dengan ini BRTI tidak perlu menyebutkan nama CP tersebut ke masyarakat, masih sejumlah 60 tersebut ataukah menjadi jauh berkurang dibawah itu?

2. Berdasarkan masukan publik, BRTI akan melakukan pengawasan secara ketat untuk mendalami hubungan bisnis antara CP dan operator telekomunikasi dalam memberikan Jasa Pesan Premium.

Komentar Abah:

Ini yang aneh, seharusnya BRTI melakukan pengawasan ketat dari dulu karena justru itu salah satu alasan mengapa BRTI didirikan, yakni agar menjadi lembaga yang fokus dalam memantau para Operator Selular dan tapi kini ternyata kontrolnya sangat kendur, terbukti sampai terjadi hal seperti ini BRTI tidak mengetahui dan baru mengetahui setelah ada pengaduan masyarakat.

3. BRTI bersama operator telekomunikasi akan merancang sistem aplikasi yang memungkinkan jika konsumen tidak menginginkan layanan Jasa Pesan Premium.

Komentar Abah:

Secara teknis hal tersebut sangat mudah dilakukan bahkan tidak memerlukan aplikasi yang rumit dan tidak perlu menunggu sampai 3 bulan. Namun dengan pernyataan "aplikasi yang memungkinkan" berarti di sini BRTI merasa "belum pasti" dapat melakukan hal itu padahal hal itu "jelas dapat dilakukan" dan ini berarti BRTI maupun kominfo kurang mampu menguasai telematika yang tentu saja hal ini memprihatinkan, bagaimana suatu lembaga yang diupayakan dapat memantau perusahaan teknologi ternyata lembaga tersebut tidak mengerti pengelolaan teknologi itu sendiri.

4. Jika ada CP yang ditemukenali melakukan pelanggaran, BRTI akan menginstruksikan kepada operator telekomunikasi untuk menghentikan layanan Jasa Pesan Premium dengan mengawasi pemberian ganti rugi sesuai ketentuan yang berlaku yang hasilnya akan dipublikasikan kepada publik.

Komentar Abah:

Perhatikan baik-baik!!... poin 4 ini dan poin 1 subyeknya hampir sama bukan? Tetapi mengapa pelaksanaannya berlainan? Yang satu langsung disampaikan ke polisi dan dipublikasikan sedangkan pada butir yang CP pelanggar dipublikasikan padahal jelas-jelas dalam beberapa pernyataan terbukti BRTI enggan mempublikasikan CP "pencuri pulsa" tersebut.

Apalagi solusi yang berbasis "ditemukenali" dan "masih perlu instruksi BRTI untuk menghentikan" berarti solusi ini tidak akan masuk pada regulasi melainkan cukup melalui tahapan pertimbangan tertentu, di mana hal itu sangat memungkinkan BRTI melakukan tebang pilih dalam melakukan tindakan.

Selain itu berdasarkan diskusi saya dengan beberapa pihak BRTI kelihatan mereka kurang mengerti teknis operasional SMS premium terbukti langkah pemeriksaan SMS yang menurut saya bisa dilakukan ternyata menurut BRTI hal itu tidak mudah!!! (dan pernyataan tersebut live di 2 TV yang berbeda dengan 2 narsum BRTI yang berbeda) Lalu bagaimana bila BRTI mampu melakukan "temukenali" bila secara teknis tidak menguasai cara kerja SMS premium itu sendiri.

Bila sekadar mendapat ganti rugi atas apa yang "telah dicuri dari masyarakat" maka misal dengan kerugian masyarakat sebesar Rp2000,- / SMS maka si korban hanya mendapat jumlah yang besarnya jauh lebih kecil dari biaya dan upaya pelaporan, yang berarti untuk "mendapatkan kembali haknya" maka masyarakat justru harus keluar uang lebih banyak. Tentu hal ini akan membuat masyarakat enggan melapor dan masalah ini akan reda dengan sendirinya.

5. BRTI dan operator telekomunikasi secara bersama-sama akan melakukan iklan layanan masyarakat secara masif mengenai nomor pengaduan yang dapat dihubungi konsumen dan cara penanganan pengaduan.

Komentar Abah:

Selama ini terhadap SMS tipuan "mama/papa minta pulsa" maupun SMS sedot pulsa terbukti nyata BRTI menanganinya secara berbeda (SMS mama/papa diforward ke suatu nomor sedangkan SMS sedot pulsa harus telp ke call center 159).

Di sini jelas bahwa setiap tindakan BRTI bukanlah suatu regulasi melainkan sekedar prosedur temporer. Dengan demikian apa yang diterapkan BRTI dalam kasus ini tidak murni suatu peraturan yang "bersifat demi masyarakat" melainkan sekedar solusi polesan tergantung dari luasnya keluhan yang terjadi.

Sebagai contoh sentra pengaduan 159 menggunakan jasa Call Center yang jumlahnya 100-200 orang yang dalam kesehariannya sudah disibukkan untuk menangani berbagai pelanggan bagi klien2nya lalu kini perlu menangani keluhan yang masuk ke BRTI berarti daya tampung Call center tersebut sangat kecil sedangkan masyarakat yang dirugikan banyak. Bila line sedang sibuk maka pengadu sisanya akan menemukan nada sibuk, dan bila ini terjadi berkali-kali maka pengadu dengan sendirinya akan enggan.



Dan dinyatakan pula bahwa ke 5 poin tersebut akan dilaksanakan dalam tempo 3 bulan. Mengetahui hal itu saya pribadi menilai BRTI tidak serius dalam menangani hal ini, bayangkan tahapan pelaksanaan yang tidak begitu rumit (bagi yang mengerti telematika) ternyata masih membutuhkan waktu 3 bulan untuk dijalankan.

Belum lagi pernyataan menkominfo bahwa masalah ini sudah ada sejak 2007 dan ternyata terus berlarut. Bagaimana kita bisa yakin bahwa kominfo mampu mengatasi kasus ini dalam 3 bulan bila sudah terbukti selama 4 tahun saja kominfo secara nyata tidak mampu mengatasi hal ini. Dan bahkan kasus SMS mama/papa sekalipun masih belum teratasi.


Soal Gerakan Mematikan Ponsel

Rencana untuk mematikan ponsel selama 2 jam hal itu tidak akan berpengaruh pada kasus ini. Perlu diingat bahwa teknologi SMS premium cara kerjanya adalah, bila SMS tersebut tidak terkirim karena berbagai alasan teknis (jaringan penuh, user sibuk, user off dll) maka SMS tersebut akan otomatis diulang (retry / resend) dalam sekian waktu (secara gradual dan ditentukan oleh admin yang bersangkutan).

Berarti bila ada SMS untuk orang yang ponselnya dimatikan maka SMS tersebut akan menunggu sampai ponsel tersebut hidup dan masih pada range untuk retry (yang rata-rata 24 jam).


Soal Stop Layanan SMS Premium

Keputusan BRTI tersebut, bila jadi dilaksanakan, maka solusi mematikan semua layanan SMS premium menurut saya hal ini perlu dan sangat baik.

Ditambahkan oleh pak Nonot bahwa secara lisan dia sudah sampaikan ke operator selular dan secara tertulis dilansir oleh Dirjen Telekomunikasi (Baca: BRTI Instruksikan Operator Stop Layanan SMS Premium).

Tapi jangan lupa bahwa keputusan di BRTI sifatnya adalah kolegial sehingga apa yang dianggap pak Nonot baik bisa gugur apabila ternyata tidak didukung anggota BRTI lainnya dan bila itu terjadi maka jelas ada kecenderungan anggota BRTI yang menolak langkah ini punya kepentingan atas suatu layanan SMS premium yang sudah ada pelanggannya.


Metode Sederhana Mengatasi 'Pencurian Pulsa'

Sebenarnya Abah ada metoda simple yang secara teknis dapat mengatasi masalah ini, beberapa di antaranya:

1. BRTI membuat aturan bahwa untuk registrasi pada layanan SMS Premium perlu ada tahapan konfirmasi di mana pada tahapan tersebut isinya menyampaikan bahwa: "layanan tersebut dikenakan biaya sekian dan memberi tahu cara UNREGnya".

Dengan demikian bila ada orang yang tidak sengaja mengikuti layanan (karena salah pencet dll) mereka masih punya kesempatan untuk membatalkan pendaftaran. Tapi saya pesimis BRTI cukup jantan atau cukup berani menerapkan aturan ini karena seperti yang telah terlihat BRTI tidak cukup bergigi bila berhadapan dengan perusahaan selular.

2. Pada setiap pengiriman 10x SMS Premium ke suatu nomor pihak CP wajib mengirim informasi mengenai cara unreg (cara ini bisa menggunakan SMS regular agar biaya bagi CP tidak besar).

3. Tahapan UNREG tidak hanya dilakukan ke nomor SMS Premium melainkan harus ada nomor alternative (misal nomor panjang) sehingga user dapat lebih mudah untuk melakukan UNREG

4. Fasilitasi masyarakat untuk mengirim SMS ke nomor tertentu (general) yang fungsinya untuk cross check apakah pelanggan tersebut terdaftar pada layanan SMS premium atau tidak, bila "ya" apa saja.

Dengan demikian siapapun bisa melakukan cek ini. Bila untuk layanan cross cek ini dikenakan biaya juga tidak apa-apa asalkan tidak perlu register karena publik akan banyak terbantu dengan solusi ini.

Dengan demikian bila ada orang yang membeli ponsel / nomor bekas dan ternyata nomor tersebut terdaftar pada suatu layanan SMS premium maka si pengguna dapat segera melakukan tindakan untuk meneruskan layanan tersebut atau membatalkannya. Layanan ini karena sifatnya harus netral maka sebaiknya dikelola oleh BRTI dan revenue yang diperoleh dapat digunakan untuk peningkatan layanan BRTI seperti pelatihan, pembelian alat, dan lain-lain.

5. BRTI perlu melakukan audit terhadap layananan operator selular menggunakan orang-orang yang dianggap mampu melakukan service audit terhadap layanan SMS premium dengan demikian walau BRTI tidak mengerti teknis akan tetap mendapat support data mengenai status masing-masing Operator Selular apakah mereka telah mengikuti aturan BRTI atau tidak, untuk kemudian laporan tersebut ditindak lanjuti BRTI.


Demikian pendapat saya kali ini, semoga bermanfaat dan dapat membawa masyarakat bangsa ini lebih menguasai teknologi dan dapat memanfaatkannya secara maksimal sesuai kebutuhan mereka sehari-hari.


abah-pas-photo  Tentang Penulis: Abimanyu Wachjoewidajat atau biasa disapa Abah adalah dosen Technopreneurship Fakultas Sains & Teknologi UIN Syarif Hidayatullah. Ia bisa dihubungi via Facebook : http://www.facebook.com/abimanyu.wachjoewidajat dan Twitter: @me_abah


( wsh / wsh )

Sumber detik com

Artikel yang Berkaitan

0 komentar:

Post a Comment