Monday, April 11, 2011

Pemberian Lisensi Seluler Bakrie Dipertanyakan

Jakarta - Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring telah mengeluarkan izin prinsip seluler untuk Bakrie Telecom. Namun pemberian izin seluler itu dipertanyakan sejumlah pihak karena dinilai kurang transparan.

"Untuk menjunjung azas transparansi, ada baiknya pemberian lisensi dibuka ruang bagi publik untuk memberikan masukan. Buka saja konsultasi publik untuk meredakan polemik di industri," kata Direktur Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi (LPPMI) Kamilov Sagala, di Jakarta, Senin (11/4/2011).

Pemberian lisensi seluler ini dinilai kurang terbuka karena minimnya konsultansi publik terkait peraturan yang dijadikan acuan untuk memberikan izin lisensi. Sementara aturan PM No. 1/2010 tentang Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi yang dijadikan acuan, masih menjadi polemik.

"Kementerian Kominfo sebagai instansi yang memberikan perizinan kepada operator harusnya konsisten dengan regulasi yang dibuatnya. Jangan membuat keputusan yang menimbulkan gejolak di industri," kata Head of Corporate Communication & Affair Telkom Eddy Kurnia.

Menurutnya, dalam pemberian lisensi terutama bagi pemain eksisting yang ingin mendapatkan jasa baru harus mengacu pada PM No. 1/2010. "Kami sadar tak bisa ikut campur terlalu jauh dalam keputusan yang diambil untuk pemberian lisensi. Tapi harapan kami cuma satu, sebaiknya konsisten dengan PM. No 1/2010," cetusnya.

Seperti diketahui, Menkominfo akhirnya menandatangani izin prinsip seluler untuk Bakrie Telecom setelah mendapat rekomendasi dari Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI). Tifatul sendiri mengakui, sempat ada disenting opinion dari dua anggota BRTI yang menolak pemberian lisensi karena tidak sesuai dengan PM No.1/2010.

Namun pendapat itu tak digubris karena lima anggota BRTI lainnya setuju untuk melanjutkan proses evaluasi, bukan seleksi. Padahal jika mengacu pada pasal 4 di PM No. 1/2010, evaluasi diberikan jika pemain sudah memiliki kode akses jaringan dan frekuensi. Sementara Bakrie sendiri belum memiliki kode akses jaringan, tetapi kode akses wilayah sesuai Fundamental Technical Plan (FTP).

Saat PM No. 01/2010 dikeluarkan sebagai revisi dari KM. 20/2001 juga sempat menimbulkan kehebohan di industri telekomunikasi karena minimnya konsultasi publik yang dilakukan. Pasal 4 di aturan itu pun  masih menggunakan acuan regulasi lama karena digunakan untuk pemberian lisensi bagi Mobile-8 Telecom beberapa tahun lalu.

Dengan dikeluarkannya izin prinsip untuk Bakrie, maka biaya interkoneksi yang digunakan oleh anak perusahaan Bakrie & Brothers itu akan berbasis seluler dan komitmen pembangunan jaringan disatukan dengan lisensi yang dikantongi selama ini, yakni Fixed Wireless Access (FWA).

Disatukannya komitmen tersebut menjadikan izin penyelenggaraan seluler Bakrie bisa didapat dengan mulus karena Uji Laik Operasi (ULO) bisa dilakukan dengan lebih cepat.




( rou / fyk )

Artikel yang Berkaitan

0 komentar:

Post a Comment