Jakarta - Munculnya serangan cyber diyakini tidak hanya dipicu oleh aksi usil. Terlebih serangan itu menyasar perusahaan besar macam Lockheed Martin Corporation (LMCO), yang menjadi pemasok jet tempur dan alutsista untuk pemerintah Amerika Serikat (AS).
Diduga ada usaha spionase terselubung dari aksi para peretas yang beraksi. Pemerintah Amerika Serikat pun langsung bereaksi dengan kejadian ini, mereka lantas menawarkan bantuan untuk meminimalisir ancaman yang lebih buruk.
Josh Shaul, Chief Technology Officer dari perusahaan keamanan Application Security yang berbasis di New York mengatakan bahwa pada tahun 2011 ini ancaman cyber yang menyasar pencurian informasi semakin menjamur.
"Daftar para target terus tumbuh, tumbuh dan tumbuh," tukasnya, dikutip detikINET dari News Yahoo, Senin (30/5/2011).
Lockheed Martin masih belum mau berkomentar. Departemen Pertahanan AS pun sempat bungkam. Namun yang pasti, aksi peretas yang menyusup ke sistem Lockheed Martin tidak bisa dianggap enteng dari sisi kemampuan dan misi yang diusungnya.
Pasalnya, Lockheed Martin bukanlah perusahaan sembarangan. Ia menjadi produsen utama alutsista AS dan diduga memiliki data-data senjata tempur yang masih dalam pengembangan dan juga teknologi yang digunakan tentara AS di Irak dan Afghanistan.
AS sendiri sebelumnya juga pernah diganggu oleh aksi dari mata-mata Rusia dan turut menyeret nama Microsoft. Kala itu, salah satu dari 12 mata-mata yang ditangkap otoritas AS selama ini bekerja di raksasa teknologi milik Bill Gates tersebut.
Alexey Karetnikov, nama sang mata-mata, selama ini dikenal sebagai karyawan Microsoft yang tinggal di sebuah apartemen di kawasan Redmond, kantor pusat Microsoft.
Seorang anggota FBI mengaku sebelumnya telah memonitor gerak-gerik mencurigakan pemuda 20 tahunan ini, sehingga diputuskan untuk melakukan aksi spionase atas Karetnikov sebelum akhirnya dicokok.
Penasihat anti terorisme Gedung Putih sebelumnya juga pernah menyatakan bahwa Amerika Serikat (AS) tengah menghadapi ancaman
0 komentar:
Post a Comment