Limbah sampah yang kerap dianggap sesuatu tak berguna kini menjadi barang berharga bagi Bambang Sudarmanta, dosen Fakultas Teknik di Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya, Jawa Timur. Di ruang kerjanya di laboratorium Teknik Pembakaran dan Bahan Bakar, Bambang merancang terobosan baru menjadikan sampah sumber tenaga listrik.
Awalnya, sampah ditaruh di belt converter atau alat pengubah untuk dipilah antara sampah organik dan nonorganik. Setelah terpisah, barulah sampah yang nonorganik dimasukkan ke dalam alat insinerator yang dibakar dengan suhu 600 derajat Celsius di atas bara api yang cukup panas.
Sampah nonorganik yang dibakar ini lalu diproses ke mesin katel uap. Setelah uap dihasilkan barulah diproses kembali ke dalam turbin uap dengan kecepatan minimal enam bar yang tersambung dengan generator hingga mampu menghasilkan tenaga listrik.
Menurut Bambang, dari empat meter kubik sampah kering bisa menghasilkan dua kilowatt tenaga listrik yang mampu bertahan empat hingga enam jam. Sayangnya, biaya produksi alat ini masih relatif mahal sebesar Rp 250 juta untuk satu alat insinerator lengkap.(ADI/ANS)
Awalnya, sampah ditaruh di belt converter atau alat pengubah untuk dipilah antara sampah organik dan nonorganik. Setelah terpisah, barulah sampah yang nonorganik dimasukkan ke dalam alat insinerator yang dibakar dengan suhu 600 derajat Celsius di atas bara api yang cukup panas.
Sampah nonorganik yang dibakar ini lalu diproses ke mesin katel uap. Setelah uap dihasilkan barulah diproses kembali ke dalam turbin uap dengan kecepatan minimal enam bar yang tersambung dengan generator hingga mampu menghasilkan tenaga listrik.
Menurut Bambang, dari empat meter kubik sampah kering bisa menghasilkan dua kilowatt tenaga listrik yang mampu bertahan empat hingga enam jam. Sayangnya, biaya produksi alat ini masih relatif mahal sebesar Rp 250 juta untuk satu alat insinerator lengkap.(ADI/ANS)
0 komentar:
Post a Comment